Rabu, 15 Februari 2017

LG Kapok Bikin Smartphone Modular?

Saat pertama diperkenalkan Februari lalu, LG G5 mengundang perhatian dengan konsep modularnya. Bagian “dagu” di bawah layar ponsel ini bisa dicopot untuk ditukar dengan modul lain berupa unit audio hi-fi atau grip kamera.



Sayang, meski menarik, konsep modular tersebut agaknya gagal mengundang minat konsumen. Kiprah G5 dan aksesori modular pendampingnya di pasaran terbilang kurang menggembirakan.

LG pun banting setir. Laporan Cnet yang dirangkum KompasTekno, Minggu (23/10/2016) menyebutkan bahwa LG  kapok membuat ponsel berdesain modular.

Smartphone LG G6 yang bakal diluncurkan tahun depan bakal menganut faktor bentuk yang lebh tradisional, tanpa bagian modular yang bisa dibongkar-pasang.

Apabila benar, keputusan LG meninggalkan konsep ponsel modular tersebut disinyalir akan mengundang kekecewaan dari developer dan konsumen karena dulu didengung-dengungkan oleh LG sebagai jalur masa depan.

LG bahkan sempat menggelar konferensi di San Francisco, AS, berikut membuka laman komunitas, untuk mendorong pengembangan software dan hardware untuk komponen-komponen modular G5.

LG G5 sendiri tidak masuk pasaran Indonesia. Di Tanah Air, LG memilih untuk memasarkan varian G5 SE yang memiliki fisik, fitur dan konsep modular serupa, namun datang dengan prosesor dan kapasitas RAM yang berada stingkat di bawah G5 “reguler”.

Jumat, 10 Februari 2017

Orang Indonesia Paling "Menderita" soal Baterai Ponsel

Apa yang Anda lakukan saat baterai ponsel mulai berkedip merah atau mulai menunjukkan sisa tenaganya hanya kurang dari 20 persen?



Sebagian besar orang akan merasa panik. Biasanya, mereka akan segera mencari tempat atau lokasi yang menyediakan stop kontak, lalu segera memasang charger dan menghubungkannya ke ponsel. Hal seperti ini dikenal sebagai stress gara-gara "low bat".

Baca: Stop 4 Kebiasaan Nge-charge Smartphone seperti Ini

Riset yang dilakukan perusahaan China, Baidu, mencoba membandingkan seberapa banyak orang yang terkena pengaruh stress tersebut. Mereka pun melakukan riset pada orang-orang di Australia, Selandia Baru, Kepulauan Pasifik serta Indonesia.

Hasilnya, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Tech in Asia, Minggu (23/10/2016), terlihat bahwa negara yang penduduknya paling "menderita" alias paling rentan terhadap stress tersebut adalah Indonesia.

Indikatornya adalah perbandingan antara rata-rata daya hidup baterai ponsel di Indonesia dengan rata-rata global.

Bila secara global rata-rata daya hidup baterai ponsel mencapai 21,7 jam, di Indonesia orang-orang hanya mendapatkan rata-rata 12,8 jam. Artinya, baterai ponsel milik penduduk Indonesia lebih cepat habis, bahkan tidak bisa bertahan hingga seharian.

Sayangnya, riset tersebut tidak menyebutkan informasi rinci mengenai pola pemakaian ponsel atau alasan yang menyebabkan baterai tersebut lebih cepat habis.

Namun dapat diprediksi bahwa rata-rata orang Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial, sehingga pola pemakaiannya turut berperan pada daya hidup baterai. Tak ketinggalan, faktor sinyal jaringan seluler di Indonesia juga turut menyumbang borosnya baterai.

Baca: Cara Memperkuat Sinyal di iPhone dan Android

Hasil riset ini juga mengungkap alasan populernya perangkat baterai portabel atau powerbank di Indonesia. (Baca: Smartphone Jangan Keseringan Pakai Powerbank)

Riset menunjukkan bahwa ada sejumlah aplikasi yang memakan banyak daya baterai, misalnya Snapchat, Uber, game Candy Crush Saga serta Clash of Clans. Sementara beberapa aplikasi lain, seperti Spotify, WhatsApp, Twitter, Facebook Messenger, Line dan Instagram cenderung lebih hemat daya.

Baca: 5 Penyebab Android Boros Baterai

Selain Indonesia, riset juga menunjukkan rata-rata daya tahan baterai ponsel di negara lain, seperti Brasil dan Amerika Serikat. Daya hidup baterai di sana tak beda jauh dengan di Tanah Air.

Brasil mencatatkan rata-rata daya hidup baterai selama 17,9 jam, sedangkan AS mencatatkan 18,2 jam.

Negara dengan daya hidup baterai terlama adalah Jerman, selama 32,1 jam; Selandia Baru selama 27,7 jam; serta Australia selama 26,7 jam.

Seluruh data riset ini disusun oleh lembaga M2 Catalyst dan App Annie. Selanjutnya, tim DU Global Battery Labs dari Baidu menganalisis dan mengonsolidasikan seluruh data.

Minggu, 05 Februari 2017

Operator Seluler AT&T Akuisisi Time Warner Rp 1.100 Triliun

Operator seluler Amerika Serikat, AT& T, bakal mengakuisisi Time Warner dengan nilai mencapai 85,4 miliar dollar AS atau lebih dari 1.100 triliun rupiah.



Time Warner adalah konglomerasi media multinasional yang berbasis di New York dan memiliki pendapatan ketiga terbesar di dunia hiburan dan jaringan TV, setelah Comcast dan The Walt Disney Company.

Dirangkum KompasTekno dari The Wall Street Journal, Senin (24/10/2016), dalam perjanjian antara kedua perusahaan, AT&T bakal melakukan sebagian pembayaran melalui pembelian saham. Sebagian lainya dalam bentuk dana tunai.

Operator seluler tersebut membeli saham Time Warner seharga 107,5 dollar AS per lembar. Proses akuisisi diperkirakan rampung menjelang akhir 2017 mendatang.

Selagi dalam proses akuisisi, Chief Executive Time Warner Jeff Bewkes akan meneruskan jabatan untuk sementara waktu, guna membantu transisi. Setelahnya, Chief Executive AT&T Randall Stephenson bakal mengambil alih posisi pimpinan.

Dengan akuisisi ini, maka AT&T akan menjelma jadi raksasa media baru di negeri Paman Sam. Operator seluler tersebut bakal memiliki hak atas jaringan media Time Warner yang luas, mencakup aneka brand terkenal seperti CNN, TNT, HBO Channel, serta studio TV dan film Warner Bros.

“Konten premium selalu menang. Ini berlaku di layar lebar dan TV, dan kini juga di layar perangkat mobile,” ujar Stephenson dalam sebuah keterangan tertulis yang dirilis AT&T.

Sebelum pengumuman akuisisi oleh AT&T, Time Warner memiliki nilai kapitalisasi pasar sebesar 68 miliar dollar AS, sementara AT&T 233 miliar dollar AS.

Dengan menggabungkan kekuatan, AT&T dan Time Warner berharap bisa menjadi perusahaan telekomunikasi wireless pertama di AS yang mampu menawarkan bundel online dan video.

Akuisisi ini sekaligus menandai langkah baru AT&T masuk ke industri entertainment. Tahun lalu, operator seluler itu telah mengakuisisi perusahaan TV satelt DirectTV senilai hampir 50 miliar dollar AS.